Jika Semua Ada Yang Menciptakan, Lalu Siapa Yang Menciptakan Allah? Kapan Allah itu ada?
Apabila adanya sesuatu apapun di dunia dan semesta ini merupakan bukan disebabkan terjadi karena sendirinya, melainkan ada penyebab awal (causa prima) yang berkehendak untuk terjadi atau terciptanya sesuatu (primum mobile immontum). Lantas siapa yang menciptakan Allah?
Sederhananya tidak ada yang menciptakan Allah, karena Allah sendiri sebagai penyebab awal (causa prima) yang berkehendak untuk terjadi atau terciptanya sesuatu (primum mobile immontum). Allah ï·» berfirman, “Allah menciptakan segala sesuatu.” (Az-Zumar [39]:62)
Semua yang ada di alam semesta ini adalah "segala sesuatu" maka setiap yang disebut segala sesuatu itu pasti diciptakan. Sedangkan Allah tidaklah bagian dari yang disebut segala sesuatu itu, sehingga ia tidak diciptakan oleh apapun sebab ia adalah sang penciptanya.
Kalau Allah Tidak Diciptakan, Lalu Bagaimana Ia Ada?
Ini merupakan pertanyaan yang tidak relevan secara logika, kenapa? karena Allah itu ada sebelum kata ada itu ada, ia ada tanpa awal mula yang disebut "qidam" yakni tanpa permulaan, lawannya adalah huduts yakni baharu.
Keterbatasan akal manusia tidak dapat menalar dzat Allah secara menyeluruh, sehingga Allah tidak dapat diukur dengan 'waktu' sebab Allah tidak terikat pada waktu. Oleh karenanya akal manusia tidak dapat mengukur batas dan permulaan pada dzat Allah, karena permulaan dan batas adalah sesuatu yang terikat pada kronologi waktu.
Firman Allah atas status "tanpa permulaannya" dalam Al-Quran. "Dialah Yang Maha Awal [yang tidak didahului ketiadaan] dan Maha Akhir [yang tidak diikuti ketiadaan]" (QS. al-Hadid: 3).
"Dia tidak melahirkan sesuatu dan tidak pula dilahirkan/berasal dari sesuatu” (QS. al-Ikhlas: 3)
"Allah sudah ada dan tak ada apapun selain Dia” (HR Bukhari)
Adapun dalil naqli sifat huduts seluruh alam, dalam Al-Qur’an dinyatakan: "Apakah mereka diciptakan tanpa berasal dari sesuatu pun [yang menciptakan mereka] ataukah mereka yang menciptakan [diri mereka sendiri]? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)” (QS At-Thur: 35-36).
Ayat tersebut menafikan dua kemungkinan dari alam semesta. Kemungkinan pertama adalah alam semesta ada sendiri dari ketiadaan tanpa ada yang menciptakan. Kemungkinan kedua adalah alam semesta menciptakan dirinya sendiri. Keduanya adalah hal mustahil sehingga orang-orang ateis yang meyakini hal itu sesungguhnya tidak bisa benar-benar yakin bahwa mereka benar. Satu-satunya opsi yang masuk akal adalah alam semesta bersifat huduts dan diciptakan oleh Tuhan yang qidam.
Terkadang syubhat seperti ini muncul begitu saja dalam fikiran untuk mengusik keimanan. Dalam hadits, Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya setan akan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, ‘Siapa yang menciptakan langit?’ Dia pun menjawab, ‘Allah.’ Setan berkata lagi, ‘Siapa yang menciptakan bumi?’ Dia pun menjawab, ‘Allah.’ Setan berkata lagi, ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Apabila salah seorang dari kalian menemukan hal seperti ini maka hendaklah dia berkata, ‘Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Kitab Shahih Al-Jami’:1656)
Rasulullah bersabda,
“Orang-orang akan saling bertanya hingga salah seorang dari mereka berkata, ‘Allah menciptakan semua makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?’ Apabila mereka berkata demikian maka katakanlah: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’ Kemudian hendaklah meludah (tanpa air liur) ke sebelah kiri tiga kali dan hendaklah berlindung dari setan.” (Kitab Shahih Al-Jami’:8182)
Sekelompok orang pernah datang menemui Rasulullah dan mereka berkata, “Kami mendapati dalam diri kami sesuatu yang kami tidak suka bahkan sekadar untuk membicarakannya.” Rasulullah bersabda, “Benarkah kalian mendapatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Beliau pun bersabda, “Itu adalah kemurnian iman.” (Shahih Muslim)
Bukan maksudnya bahwa was-was itu merupakan bukti kemurnian iman, justru siapa yang tidak merasa benci dengan was-was itu dan suka dengannya maka dia seperti orang munafik yang menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Dia akan dimintai tanggung jawab tentang semua itu. Allah berfirman, “Pada hari ditampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (Ath-Thaariq [86]:9-10) Allah berfiman, “Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.” (Al-Adiyaat [100]:9-11)
Maksudnya adalah ketidaksukaan terhadap was-was itu, tidak menerimanya, tidak nyaman dengan adanya dan tidak menuturkannya itulah kemurnian iman. Sebab, selain orang yang beriman akan mengatakannya secara terang-terangan tanpa takut kepada Allah.
Seandainya ada seseorang yang menciptakan Allah maka akan muncul lagi pertanyaan: siapa yang menciptakan seseorang tersebut? Kemudian siapa yang menciptakan siapa tersebut dan seterusnya? Sampai kapan? Tidak ada habisnya.
Oleh karena itu orang yang berakal pasti memahami bahwa ada pencipta yang tidak diciptakan oleh seorang pun.
Jika Allah boleh ada tanpa sebab, kenapa Alam semesta tidak boleh? Sejauh ini kita belum tahu apa yang terjadi sebelum Singularitas Big Bang. Maka bisa kita ambil kesimpulan praktis bahwa Singularitas Big Bang adalah sebab utama yang tidak ada sebab lain sebelumnya.
BalasHapusMempertanyakan apa yang ada sebelum Singularitas Big Bang sama halnya dengan mempertanyakan apa yang ada sebelum Allah. Jelas tidak valid.
Solusi Singularitas Big Bang ini mengandung lebih sedikit asumsi dan didasari oleh hasil observasi dan banyak teori sains lainnya.