John Damascene: Orientalis Pertama Yang Mencoba Mengkritik islam
Orientalis/Orientalisme menurut segi bahasa berasal dari kata orient yang berarti timur, dengan demikian orientalis berarti hal-hal yang berhubungan dengan masalah ketimuran/dunia timur [1]. Kata Orientalisme adalah kata yang dilabelkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik dalam bidang bahasa, agama, sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur[2].
Menurut Ismail jakub orientalisme terdiri dari kata oriental dan isme. Oriental artinya bersifat timur, dan isme adalah kata sambung yang menunjukkan suatu paham, ajaran, cita-cita, cara, sistem, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran atau paham yang bersifat Timur[3].
Sederhananya orientalis itu orang-orang barat yang mempelajari ketimuran, atau orang-orang dari Eropa atau non-muslim yang mempelajari Islam. Tujuannya bermacam-macam, ada yang sifatnya merusak seperti Snock Hugronje, bahkan ia menghafal Quran. Diantara tokoh sentral orientalis yang berada dalam barisan terdepan dalam menghujat Islam dan mengkritisi Hadits adalah Ignaz Goldziher (1850–1921 M) seorang Yahudi yang menulis kitab “al-Aqîdah wasy Syarî’ah fil Islâm” dan Joseph Schacht (1902-1969 M) seorang Nasrani berasal dari Inggris, penulis kitab “Ushûl al-Fiqh al-Muhammadi”. Karya tulis mereka inilah yang di jadikan sebagai rujukan dan referensi utama oleh dunia barat dalam mengkaji Islam terkhusus di kalangan para orientalis yang datang setelah mereka dan para pembeo (pengikut) mereka yang berasal dari dunia timur yang mempelajari Islam didunia barat, atau yang terkontaminasi dengan pemikiran mereka, terkhusus dalam mengkaji Hadits dan fiqih Islam.
Selain itu ada juga tokoh orientalis yang memberikan sumbangsih kepada Islam seperti A.J. Wensinck. Ia menulis kitab indeks hadits yang sampai sekarang belum ada yang bisa menandinginya dari segi sistematika penulisannya. Karyanya dikenal dengan judul Al-Mu’jam Al-Mufahras Lil Al-Fadz Al-Hadits An-Nabawi yang banyak dijadikan sebagai rujukan.
Bahkan ada juga Orientalis yang kemudian diberikan hidayah sehingga masuk Islam dan bahkan menjadi pembela Islam seperti Julius Germanus. Ia adalah seorang orientalis terkemuka asal Hungaria dan juga seorang akademisi yang telah mendunia.
Jauh sebelum itu semua, upaya mempelajari serta mengkritisi Islam secara tendensius sudah ada sejak abad 7 Masehi, atau 43 tahun pasca kewafatan Rasul yang bernama Yuhanna Ad-Dimasyqi.
Yohanes dari Damaskus atau dalam versi bahasa arab Yuhanna Ad-Dimasyqi atau John Damascene atau Johanna Damascenus[4] atau Johannes et Damasque dijuluki sebagai Chrysorhoas (lidah Emas) karena saat tinggal di Antiokia dikenal dengan nama Chrysostom[5]. Nama aslinya adalah Yahya bin Mansur bin Sarjun, lahir pada 675 dan wafat 750. Seorang ahli dogmatika Gereja Ortodoks Yunani[6]. Dalam kalangan Kristen ia sebagai santo[7] sedangkan dalam dunia Islam ia adalah salah satu orientalis klasik.
Yuhanna Ad-Dimasyqi hidup di daerah Syam tepatnya Damaskus pada masa Bani Umayyah merupakan sahabat dekat khalifah Abdul Malik Ibnu Marwah[8]. Karena keberagaman masyarakat pada saat itu oleh karenanya khalifah memilih ayah dari Yohanes dari Damaskus untuk menjadi Bendaharawan Negara dalam mengurusi pajak pada pemerintahan dinasti Umayyah[9]. Ini bembuktikan tidak adanya diskriminasi dalam Islam khususnya dalam dinasti Umayyah era Abdul malik bin Marwan. Yuhanna merupakan pakar teologi bapa-bapa gereja terkahir di timur bersama St. Isidorus dari Sevilla[10].
Pada periode Yohanes menjabat itulah, sebuah aliran sesat yang disebut ikonoklasme muncul dari Kekaisaran Byzantium. Para penganut ikonoklasme disebut ikonoklas; mereka ini adalah orang Kristen yang menolak pembuatan patung dan gambar Yesus, Maria, serta orang kudus sebagai alat bantu doa.
Akibat gerakan ini, banyak seni rupa Kristen yang dihancurkan oleh kaum ikonoklas. Yohanes adalah salah satu tokoh yang melawan aliran ini. Sebagai seorang penulis yang handal, dan dengan didukung oleh penguasa Muslim, Yohanes menuliskan tiga jilid Risalah Apologetika Melawan Mereka yang Mencela Gambar Kudus (Apologetic Treatises against those Decrying the Holy Images).
Ketika usia 30 tahun, ia meninggalkan jabatannya dan hidup asketik mengabdi pada gereja St. Saba di dekat Yerusalem. Ia Meninggal disana sekitar 748M[11].
Yohanes hidup pada pemerintahan khilafah Islam. Ini yang membuatnya juga memiliki perhatian terhadap perkembangan Islam. Selain itu juga untuk memfasilitasi umat Kristen agar tidak terpengaruh pada Saracen[12]. Islam sendiri disebut sebagai Heresis (sesat)[13].
Dalam bukunya De Haeresibus merupakan cabang dari buku Pege Gnoseos/The Fountain of Knowledge (Mata Air Pengetahuan) ia menyerang agama Islam secara keras. Membicarakan lahirnya agama Islam, kepribadian nabi Muhammad dan tuduhan lainnya[14]. Yohanes beranggapan bahwa Islam merupakan nama yang muncul belakangan. Karena ia masih menganggap Islam bukan sesuatu yang berpisah dengan Kristen dan menganggap bahwa Islam merupakan bagian sekte bid’ah Kristen[15]. Kebanyakan penulis Kristen juga beranggapan bahwa Islam bukan bagian yang baru, melainkan sekte bid’ah terbesar dalam ajaran Kristen[16]. Islam dalam lingkungan ummat Kristiani sebagai sebuat aliran dalam kekristenan, kemudian ia menyimpang dari arus utama. Tetapi agama Islam tidak diakui sebagai agama sendiri dengan sistem doktrinnya sendiri[17].
Yohanes menghujat Hajar Aswad yang dicium dengan menganalogikan pada patung dan salib yang digugat oleh umat muslim pada gereja-gereja. Ia juga menghujat surat An-Nisa dengan mengatakan bahwa Islam membolehkan bersenang dengan wanita dan boleh memiliki seribu selir dan dengan sesuka hati boleh diceraikan tanpa melihat urgensi ayat tersebut. Bahkan ia menganalogikan pada pernikahan Rasul dengan Zainab Binti Jahsy mantan istri Zaid anak angkat Rasul. Kemudian ia menghujat surat Al-Maidah, ia mengartikan surat Al-Maidah dengan sebutan “Sang Meja” sedang arti sebenarnya adalah “Hidangan”.
Dikarenakan pandangan Yohanes ini yang masih menganggap Islam sebagai sekte Kristen sehingga kritikannya sangat tajam. Itu karena Islam sejatinya agama yang independen, dan saat dianggap ia sebuah sekte maka akan nampak perbedaan yang sangat besar. Sebagian besar tulisannya dewasa kini dijadikan sebagai referensi untuk mengkritisi Islam yang sebenarnya banyak yang sudah terjawab.
_______________
[1] Di kutip dari Longman dictionary of English. Dalam :Buchari mannan, “orientalisme,ruang lingkup, dan jati dirinya”,menyingkap tabir orientalis, AMZAH, Jakarta, 2006.
[2] Al Ummah, Dr. Moh zaqzuq. Orientalisme Dan Kemunduran Berpikir Mengahadapi Pergulatan Peradaban, hal 18, 1404
[3] Di kutip dari Tk. H. Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten, Faizan, Surabaya, 1970, hal. 11. Dalam :Buchari mannan, “orientalisme,ruang lingkup, dan jati dirinya”,menyingkap tabir orientalis, AMZAH, Jakarta, 2006.
[4 https://id.wikipedia.org/wiki/Yohanes_dari_Damaskus
[5] Philip K.Hitti, History of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2013, hlm. 307
[6] H. Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm. 137
[7] Dalam agama Kristen, istilah Santo (bagi wanita: Santa) diberikan kepada seseorang yang telah terbukti menjalani hidup dengan kebajikan yang heroik, atau disebut juga suci (kudus). Istilah ini bisa digunakan kepada orang hidup, dan mati, dan diterima dalam dunia agama. Santo dianggap masyarakat sebagai contoh kepada komunitas bagaimana kita selayaknya berbuat sesuatu, dan kisah hidupnya biasanya dicatat sebagai contoh untuk generasi selanjutnya.
[8] Mochtar Effendi, Ensiklopedia Agama dan Filsafat, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2001
[9] A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Mizan, Jakarta, 1991, hlm. 24
[10] Gerald O’Colins dan Edward G Farrugia, Kamus Teologi, Kanisius, 1996, hlm. 39
[11] Philip K.Hitti, History of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2013, hlm. 307
[12] Kata Saracen berasal dari Bahasa Yunani (Σαρακηνός), yang diduga berasal dari bahasa Arab شرقيين syarqiyyin ("orang-orang timur"), namun dugaan ini tidak memilik dasar yang kuat. Istilah ini pertama kali dipakai pada awal masa Romawi Kuno untuk menyebutkan sebuah suku Arab di Semenanjung Sinai. Pada masa-masa berikutnya, orang-orang Kristen Romawi memperluas penggunaan ini untuk menyebut orang Arab secara keseluruhan. Setelah berkembangnya agama Islam, terutama pada masa Perang Salib, istilah ini digunakan terhadap seluruh Muslim (orang Islam). Istilah ini disebarkan ke Eropa Barat oleh orang-orang Bizantium (Romawi Timur) dan Tentara Salib.
[13] Ajaran Sesat
[14]Dr. Th. Van Den End dan Dr. Christian de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, UPI STT Jakarta, Jakarta, hlm. 205
[15] http://www.indonesianpapist.com/2011/09/st-yohanes-dari-damaskus-mengenai-islam.html
[16] Leo D.Lefebure, Pernyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, 2006, hlm. 155
[17] H. Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm. 139
[2] Al Ummah, Dr. Moh zaqzuq. Orientalisme Dan Kemunduran Berpikir Mengahadapi Pergulatan Peradaban, hal 18, 1404
[3] Di kutip dari Tk. H. Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten, Faizan, Surabaya, 1970, hal. 11. Dalam :Buchari mannan, “orientalisme,ruang lingkup, dan jati dirinya”,menyingkap tabir orientalis, AMZAH, Jakarta, 2006.
[4 https://id.wikipedia.org/wiki/Yohanes_dari_Damaskus
[5] Philip K.Hitti, History of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2013, hlm. 307
[6] H. Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm. 137
[7] Dalam agama Kristen, istilah Santo (bagi wanita: Santa) diberikan kepada seseorang yang telah terbukti menjalani hidup dengan kebajikan yang heroik, atau disebut juga suci (kudus). Istilah ini bisa digunakan kepada orang hidup, dan mati, dan diterima dalam dunia agama. Santo dianggap masyarakat sebagai contoh kepada komunitas bagaimana kita selayaknya berbuat sesuatu, dan kisah hidupnya biasanya dicatat sebagai contoh untuk generasi selanjutnya.
[8] Mochtar Effendi, Ensiklopedia Agama dan Filsafat, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2001
[9] A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Mizan, Jakarta, 1991, hlm. 24
[10] Gerald O’Colins dan Edward G Farrugia, Kamus Teologi, Kanisius, 1996, hlm. 39
[11] Philip K.Hitti, History of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2013, hlm. 307
[12] Kata Saracen berasal dari Bahasa Yunani (Σαρακηνός), yang diduga berasal dari bahasa Arab شرقيين syarqiyyin ("orang-orang timur"), namun dugaan ini tidak memilik dasar yang kuat. Istilah ini pertama kali dipakai pada awal masa Romawi Kuno untuk menyebutkan sebuah suku Arab di Semenanjung Sinai. Pada masa-masa berikutnya, orang-orang Kristen Romawi memperluas penggunaan ini untuk menyebut orang Arab secara keseluruhan. Setelah berkembangnya agama Islam, terutama pada masa Perang Salib, istilah ini digunakan terhadap seluruh Muslim (orang Islam). Istilah ini disebarkan ke Eropa Barat oleh orang-orang Bizantium (Romawi Timur) dan Tentara Salib.
[13] Ajaran Sesat
[14]Dr. Th. Van Den End dan Dr. Christian de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, UPI STT Jakarta, Jakarta, hlm. 205
[15] http://www.indonesianpapist.com/2011/09/st-yohanes-dari-damaskus-mengenai-islam.html
[16] Leo D.Lefebure, Pernyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, 2006, hlm. 155
[17] H. Schumann, Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm. 139
Tidak ada komentar: