Trinitas atau Tritunggal merupakan doktrin utama teologi dalam ajaran Kristiani khususnya Katolik, Protestan dan Ortodoks dewasa ini. Dalam buku Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Linwood Urban menyebutkan para uskup menyepakati suatu rumusan tentang Trinitas yang menyebutkan bahwa Tuhan adalah tiga pribadi, Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang bersatu dalam satu hakikat [1].
Dalam pemahaman Trinitas atau Tritunggal ini meyakini bahwa tiga personal ini (Bapa, Anak dan Roh Kudus) berasal dari satu substansi/hakikat. Namun dalam kesempatan lain tiga personal ini tidak memiliki personal yang sama. Mereka berbeda tapi mereka sebenarnya satu. Memang konsep ini sulit dipahami, Linwood sendiri mengakui bahwa doktrin ini selalu sulit dipahami dalam bukunya.
Doktrin teologi yang sudah disepakati secara ijma’ pemuka Kristiani ini menjadi ajaran teologi yang dipakai secara jumhur sejak tahun 325 pada Konsili Nicea, walaupun pra-Nicea doktrin trinitas sudah ada dan dianut oleh kelompok proto-ortodoks pada era Kristen awal. Sehingga sekte-sekte Kristiani yang non-trinitas dianggap heretik, bidaat atau sesat.
Trinitas atau Tritunggal ini kemudian di respon oleh Al-Quran sebagai ajaran yang tidak sejalan dengan dakwah Nabi Isa, monotheis (Tauhid) dan teologi dalam Islam Khususnya. Dalam Al-Quran disebut dengan lafaz Tsalisu Tsalasah, dan disebutkan sebanyak dua kali dalam Al-Quran yakni dalam surat An-Nisa: 171 dan Al-Maidah: 73.
"...Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “(Tuhan itu) tiga,” berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa,..." (An-Nisa: 171)
"Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa..." (Al-Maidah: 73)
Namun dari kalangan orientalis, teologis dan apologis Kristen mengomentari bahwa ayat ini bukan merujuk kepada doktrin Trinitas melainkan Tritheisme.
Tritheisme merupakan doktrin teologi tentang adanya tiga tuhan dengan tiga esensi, seperti Trimurti dalam Hindu yang menganggap ada tiga dewa yakni Brahma, Wisnu dan Siwa yang mana masing-masing memiliki hakikat yang berbeda dan terpisah. Sedangkan Trinitas meyakini walaupun Bapa, Anak dan Roh memiliki hakikat yang sama namun dengan personal yang berbeda.
Legitimasi akan klaim yang di maksud dalam kedua ayat di atas adalah Trinitas (Bapa, Anak dan Roh Kudus) dapat dibuktikan dengan merujuk Tafsir paling tua yakni Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas. Ibn Abbas yang juga sahabat Rasulullah menjelaskan mengenai kedua ayat di atas dengan tafsiran yang sama, yakni yang di maksud Tsalisu Tsalasah adalah sekte Markusiyah yang mengimani konsep ini dengan rincian Bapa, Anak dan Roh Kudus [2].
Markusiyah sendiri sebutan kepada jemaat Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria disebut Gereja Koptik (Qibthi), dimana diyakini Markus Lah yang mengajarkan Injil di Aleksandria Mesir. Maka tafsiran Ibn Abbas sendiri tidak salah karena memang Koptik menganut doktrin Trinitas sebagaimana yang disebutkan dalam The Coptic Christian Heritage [3] tulisan Lois M. Farag dan The A to Z of the Coptic Church tulisan Gawdat Gabra [4].
Dalam pandangan lain, ada juga yang memahami dua ayat di atas tidak merujuk kepada ajaran Trinitas melainkan ajaran-ajaran dari sekte Kristen sesat yang ada di jazirah Arab. Hal ini merujuk kepada tafsir Ibnu Katsir yang menjelaskan sekte yang di maksud dalam kedua ayat di atas adalah Mulkaniyah, Ya’qubiyah dan Nusturiyan. Anggapan ketiga sekte ini merupakan sekte non-trinitarian dan diklasifikasikan sebagai heretik (sesat) perlu ditinjau lebih dalam.
Dalam buku Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam menjelaskan bahwa memang benar sekte yang berkembang pada masa dakwah Rasulullah di antaranya Melkite (Mulkaniyah), Yekobit (Ya’qubiyah) dan Nestorian (Nusturiyan) [5]. Ibn Khaldun dalam bukunya Muqaddimah menjelaskan perpecahan ini terjadi akibat perbedaan pandangan dalam merumuskan sosok Isa Al-Masih sendiri, sehingga banyak melahirkan sekte-sekte dalam Kristen dan mengerucut pada tiga sekte utama [6].
Permasalahan yang dihadapi oleh umat Kristen ketika itu adalah soal penafsiran yang tepat terhadap konsep Inkarnasi Tuhan terhadap Yesus itu sendiri. Maka dibuatkan Konsili Kalsedon tahun 451. Konsili ini menyimpulkan bahwa pribadi Yesus dalam “dua kodrat” yakni 100% Tuhan dan 100% manusia. Ini merupakan doktrin yang umum dianut oleh umat Kristiani sekarang. Sebutan kepada gereja-gereja yang sepakat dengan ijma’ ini disebut Melkit.
Dalam Jurnal Trinitas dan Sifat Tuhan: Studi Analisis Perbandingan Antara Teologi Kristen dan Teologi Islam menjelaskan bahwa sekte Mulkaniyah/ Melkit (Orthodox state) merupakan sebutan kepada gereja-gereja yang bersatu dengan Konstantinopel dan Roma. Disebut pula Gereja Ortodoks Byzantium, Kalsedonis, Ortodoksi keras atau Ortodoksi Yunani yang sekarang disebut Ortodoks. Mereka sepakat dengan keputusan Konsili Kalsedon yang mengatakan Yesus memiliki dua kodrat.
Namun keputusan ini tidak disepakati oleh Gereja Koptik Alexandria. Mereka menganut Miafisitisme yakni kemanusiaan dan ketuhanan Yesus bersatu dalam kodrat ilahiyahnya. Pandangan ini masih diterima oleh konsili dan mereka juga menganut Trinitas. Sekte ini kemudian disebut Markusiyah.
Kebalikannya yang menentang konsili Kalsedon ini adalah dari doktrin Monofisitisme. Istilah monofisit berasal dari bahasa Yunani yang berarti monos (satu) dan physys (kodrat) satu kodrat. Yaitu suatu gereja yang memiliki ajaran bahwa pada diri Yesus hanya ada satu kodrat. Akibat persatuan firman ilahi dengan kemanusiaan Yesus maka yang tinggal hanya satu kodrat, yakni kodrat ilahi. Kelompok ini kemudian disebut Ya’qubiyah atau Jacobite dan kelompok ini dianggap sesat oleh jumhur Kristen ketika itu [7].
Sekte berikutnya yang menentang semua sekte-sekte ini adalah Nestorian. Dalam buku Agama Katolik dan Yahudi menjelaskan perbedaannya Nestorian dengan Kristen umumnya adalah: Yesus atau Isa anak Maria adalah manusia. Bila Ia disebut sebagai “Tuhan” atau “Anak Tuhan”, maka itu semata-mata ucapan kiasan belaka, bukan dengan pengertian yang hakiki. Aliran ini menolak sebutan “ibu Tuhan (theotokos)” untuk Maria. Sekte ini merupakan sekte yang dianggap sesat [8].
Walaupun dianggap sesat, perkembangan Nestorian perlu diprtimbangkan pada masa itu. Orang-orang Nestorian berpendidikan dan berkebudayaan tinggi. Organisasi mereka teratur. Etika mereka kuat. Juga dari segi ekonomi, sebagai pedangan-pedangan, mereka kuat. Hal ini sebagaimana yang ditulis dalam buku Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam.
Anton Vessels dalam buku Arab Dan Kristen: Gereja-Gereja Di Timur Tengah menegaskan bahwa orang Arab pada abad itu umumnya menganut Nestorian. Bahkan Kristen di Hira, Buhaira dan Waraqah Bin Naufal diyakini menganut Nestorian [9].
Dengan begitu dapat disimpulkan. Pertama, yang dimaksud dalam An-Nisa ayat 171 dan Al-Maidah ayat 73 merupakan ajaran trinitas yang umum dianut oleh umat Kristiani dewasa ini, bukan ajaran triteisme. Hal ini dikonfirmasi dari penafsiran Ibnu Abbas yang juga sahabat Rasulullah. Kedua, tidak ada yang salah dengan penafsiran Ibnu Katsir. Ibn Kathir menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan ajaran trinitas dan doktrin teologi yang pada masa itu didominasi oleh sekte Mulkiyah, Ya’qubiyah dan Nusturiyan. Mulkiyah dan Ya’qubiyah menganut trinitas, hanya saja Ya’qubiyah dianggap sesat dalam urusan penafsiran kodrat yang dimiliki Yesus. sedangkan Nusturiyan dianggap sesat karena mengaggap Yesus sebagai sosok manusia. Dalam hal ini Mulkiyah atau Melkit (Kalsedonis) mewakini umat Kristen yang ada dewasa ini dengan doktrin Trinitas. Ketiga, dari sini dapat disimpulkan bahwa bahkan hingga abad ke-5 masehi setelah kelahiran Yesus pun status teologi dalam Kristen masih dalam perundingan. Bahkan pada abad ke-7 tepatnya 48 tahun selepas kewafatan Rasulullah pun urusan status teologi Kristen masih didiskusikan (belum final) dengan adanya Konsili Konstantinopel III yang menolak ajaran Monothelitisme. Sedangkan 5 abad pasca kewafatan Rasulullah umat Islam sudah memasuki zaman kejayaan Islam (golden age) dimana pembahasan bukan lagi soal teologi melainkan sains.
Pandangan yang menganggap kedua ayat diatas dituju bagi sekte sesat Kristen seperti nestorian dan bukan untuk trinitas adalah pandangan bahwa Quran merupakan karya manusiawi. Sehingga implikasinya dalam pandangan mereka, isi dalam Al-Quran tidak jauh-jauh dari respon kondisi sosial, masyarakat dan peradaban terdekat. Artinya karena ketika pada masa itu sekte yang berkembang Nestorian, maka seharusnya yang dibantah dalam Quran adalah sekte Nestorian. Namun hal ini dapat dibantah dengan ada penafsiran dari Ibnu Abbas itu sendiri, bahwa yang dimaksud bukan Nestorian (saja) melainkan mayoritas sekte Kristen pada masa itu yang terindikasi musyrik.
Hal ini kemudian membuktikan jika Al-Quran bukan karangan manusiawi, melainkan wahyu dari Allah. Walaupun Rasulullah hanya berada di daerah jazirah Arab (paling jauh Rasulullah ke Tabuk) akan tetapi Al-Quran berbicara dengan scope yang lebih luas dari jangkauan geografis dimana Al-Quran diwahyukan.
______________
[1] Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), Hlm. 54
[2] Ibnu Abbas, Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1992), hlm 113 dan 129
[3] Lois M. Farag, The Coptic Christian Heritage: History, Faith and Culture (Oxon: Roudledge, 2014) hlm.108
[4] Gawdat Gabra, The A to Z of the Coptic Church (UK: Scarecrow Press, 2009), halm. 141
[5] Th. van den End & Christian de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam (Jakarta: BPK Gunung Mulia, tt), hlm. 11
[6] Ibn Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta: Al-Kautsar, 2011), Hlm.418
[7] Sri Dahlia, "Jurnal Trinitas dan Sifat Tuhan: Studi Analisis Perbandingan Antara Teologi Kristen dan Teologi", Jurnal Penelitian,Vol. 11, No. 2, Agustus 2017, hlm. 308-310
[8] Tarpin & Khotiman, Agama Katolik dan Yahudi (Riau: Daulat Riau, 2012), Hlm. 58
[9] Anton Wessels, Arab Dan Kristen: Gereja-Gereja Di Timur Tengah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), Hlm. 33
Tidak ada komentar: